Terjebak dalam sebuah kata yang sunyi
Tak bermakna, tak berisyarat apa-apa, tak berpedoman teori apapun, di dunia yang fana, dia tak lagi muncul menjadi satu cita-cita, apakah dia sudah mati ? apakah dia tiada?
Gadis itu menunduk dalam “kau kenapa? Ngoceh sendiri?”
“aku mati?” gadis itu menjawab sendiri ,melihat kearah langit biru. lama. Seakan merenungi sesuatu, lalu menunduk lagi.
“hahahahahaha......kamu kan disini” dia menepuk-nepuk kecil kepalanya sendiri dengan pensil di tangannya.
“aku....”
“bukan, bukan tentang dia,” dia masih menjawab sendiri.
“masa’ kamu nggak tau?”
“bukan, salah, diriku sendiri” runtuh, rendah nada yang gadis itu ucapkan,masih jawaban dari pertanyaanya sendiri, lagi.
seakan menerawang jauh kedalam lubuk hatinya.”apakah aku salah dengan tidak merasakan apa-apa? rasanya menderita.!”
“hah..? tentang apa? tentang apa lagi..." gadis itu menunduk dalam "cinta”
Dengan nada jeda seakan menjawab suatu pertanyaan “yakin, sangat yakin, sekarang aku benar-benar gila”, gadis itu membenarkan tempat duduknya, mengambil langkah ke belakang , bersandar dibawah pohon mahoni, lalu melanjutkan kalimatnya yang lebih mirip igauan, rancu. ”aku merindukanmu, puisiku, anakku”
Hatinya bergejolak, dari kejauhan nampak ia bagai seorang putri yang bermain sendirian, cantik, parasnya yang anggun bagaikan bidadari ke delapan, bukan membawa bahagia hanya kepada jaka Tarub lagi dengan bidadarinya yang ke tujuh, lebih dari itu, kepada udara, lalu dibawanya pesan anggun itu kepada seisi alam raya. Hingga sampai lagi pesan balasan itu kepadanya, mengalir ke ujung rambutnya yang panjang, menjelajahi seisi jaket panjangnya, kepada rok panjang dan ujung kuku kaki, hingga merayap naik kepada kedua tangannya, hingga berhenti di ujung pensilnya, sebuah tulisan tentang kepedihan hidupnya.
Nampak lebih jelas setelah mendekatinya, karena yang dilihat kasat mata adalah seorang gadis usia muda yang kebingungan mencari jalannya, tak ada pakaian yang rapi, nyaris compang-camping, dan begitulah dia.
“hey, sayang, apa yang gadis itu lakukan?” kata burung di atas kepala sang gadis.
“entahlah, sayang. dia sudah berada disana sejak satu buan yang lalu, dia slalu sendiri, membawa buku-buku itu di dalam tasnya, aku tak tau apa dia masih...”
“waras?” burung itu bertanya kepada kekasihnya yang suaranya ,sudah pasti, kicauan.
Lantas ia terbang berdua meninggalkan sang gadis dalam kebiasaanya, kelangit yang biru, lenyap. Tak terlihat lagi oleh mata sang kupu-kupu yang terbang rendah ,rendah sekali di tangkai-tangkai bunga.
“kau harus bisa kembali seperti dulu putri, gadis yang malang, aku hanya kupu-kupu, hanya bisa mendoakanmu melalui serbuk sari yang ku satukan kepada putik atas ijin Tuhanku, dan semoga bunga yang jatuh indah, serta buah-buahan di taman ini nanti mampu menyembuhkanmu”
“ada apa dengan gadis itu?” tanya kucing yang tiba-tiba sudah duduk disamping bunga.
“dia sedang ketakutan.” Jawab bunga.
“bukan, dia sedang menanti cintanya, dia menanti datang kekasihnya yang kini jauh pergi, dia tidak seburuk penampilannya yang compang-camping, dia tidak seburuk celananya yang sobek-sobek , tak sekusut jaketnya yang berlumut, dia gadis yang setia, bahkan hanyut dalam kesetiaanya, seperti engkau yang setia pada majikanmu, kucing”
“iya” eong kucing,
“juga seperti kesetiaanmu pada tangkai yang mengacung , hai capung”, capung yang sedari tadi diam hanya mengangguk, kucing kaget karena tak menyadari capung, capung hanyut dalam perasaanya yang rindu akan pucuk-pucuk tenang lidi yang mengacung.terprovokasi oleh kupu-kupu.
“lho... berarti kau tau siapa cintanya hai kupu-kupu?”
“tentu, cinta dari setiap ibu ,suami dan anaknya, terakhir kali kulihat mereka ketika bersama bermain denganku di bawah pohon mahoni itu. Damai. Mereka berlarian kejar kejaran, dan adalah ketika senyum gadis itu benar-benar mekar sepertimu bunga”
“terima kasih kupu-kupu” sahut bunga
“kemudian mereka lenyap” lanjut kupu-kupu dengan terbang berpindah ke bunga lain
“dia pergi sepertimu sekarang ini kah kupu-kupu?” tanya bunga yang tak lagi di hinggapi kupu-kupu, bunga lain terkikih, ada yang menahan tawa.
“tidak, tidak sedekat ini, jika sedekat ini tentu tak seperti sekarang kondisi gadis itu, hanyut dalam ingatannya tentang kebersamaan, “kupu-kupu menarik nafas “suaminya hilang ketika berlayar di lautan utara sana, sedang anaknya yang masih bayi hilang entah kemana, kudengar harimau membawanya, tanya saja sama kucing”
“aku mendengar itu dari pamanku” sahut kucing.
”tapi kupu-kupu ,apa yang membuatmu begitu peduli pada gadis itu?” tanya dua ekor burung yang sedari tadi mendengarkan kupu-kupu dari atas pagar.
“hei..!! ada burung! mengapa, dan sejak kapan kau disitu..? Kau mau makan aku?” tanya capung.
“aku puasa”
“aku juga” sahut burung satunya.
“entahlah burung....” kupu-kupu tiba-tiba bicara, “bagaimana bisa aku peduli, aku hanya merasakan dia mampu memahami kita dalam keadaanya yang sekarang, dalam kegelisahannya, serta dalam terguncangnya akal sehatnya.
Sang kupu-kupu terbang pergi menjauh dari singgasananya di kelopak sang bunga,setelah berkata banyak, dia bagaikan orator yang ulung di kampus, ahh...tidak ,lebih dari itu, dia seorang kupu-kupu. kepada dunia. Dengan tersenyum ia terbang naik turun bak senandung duka , terbang melintasi dedaunan, pohon, kemudian melintasi seorang kakek yang baru tiba di taman ,berdiri mematung disamping sepeda tuanya, kupu tersenyum.
Kupu-kupu yang sudah terbang jauh itu berbalik, ia penasaran apakah kali ini usaha kakek itu membawa kembali pulang anaknya berhasil, kemudian sang kupu-kupu mengiringi langkah kecil sang kakek yang sedari tadi menangis, sudah berkali-kali ia datang ke bawah mahoni menemui anak satu-satunya, seorang anak yang dulu dia besarkan dengan kasih sayang, bahkan sampai sekarang.
Tidak ada orang tua yang tega meninggalkan anaknya dalam kegelapan, tak ada orang tua yang tega melihat anaknya terombang ambing oleh ketidakpastian nasib, jiwa. Sang kakek mendekati sang gadis yang dari tadi tak menghiraukan kehadirannya, tetap tenang, tetap gelisah, tetap anggun, tetap berantakan, masih memegang erat bukunya. Melihat sang kakek, ekspresi mukanya berubah, meringkuk mengeratkan pegangan bukunya, lalu mengambil jarak antaranya dengan sang kakek. ketakutan.
kupu-kupu terbang mengelilingi kepala sang kakek yang tabah, melihat itu kepala sang gadis berputar putar ,lalu tertawa, tertawa seorang gadis kecil, bahkan terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya.
“heny, mari pulang nak”
gadis itu berhenti tertawa, memandangi sak kakek ,tajam. Gelengkan kepala.
Sang kakek menarik nafas panjang, menyabarkan hati, mencoba sekuat tenaga untuk tidak menangis, dan begitulah sang kakek ,dia tidak memaksa anaknya pulang dengan menyeret atau meminta tetangga membawanya pulang, sang kakek menemani anaknya sampai gelap malam datang,menjaganya. menceritakan tentang kupu-kupu ,kucing, capung, dan burung-burung serta rerumputan yang berharap kesembuhannya.juga membawakan makanan untuk putrinya tercinta, sang gadis haya tertawa tak faham apa-apa.lalu sang kakek menjaganya untuk tidak di jahili anak-anak, atau nyamuk. Begitulah satu bulan ini berlangsung, jika pagi datang sang kakek kembali ke sawahnya yang jaraknya tak jauh dari anaknya. Kupu-kupu kembali ke sarangnya yang entah dimana, entah juga apakah punya.
“siapa aku?” sang gadis kembali bertanya pada bayanganya.
“eemm....hahaha.... aku mencintaimu” sang gadis tersenyum dalam paginya seraya melihat kearah matahari terbit, hangat ia rasakan, terdengar suara sepeda tua seseorang yang mulai menjauh, dalam fikirannya hanya bertanya, “suara apa itu?” ,”siapa kakek itu?”
Lama ia terdiam tak tau apa yang ia tunggu, tak tau apa yang ia bicarakan, ia hanya merasakan, geli, benar-benar geli di kakinya, saat ia tarik kakinya.
“puss....kamu....apa yang kamu lakukan disini”
“ohh...terima kasih, aku sudah cukup senang disini”gadis itu memegangi rambutnya, bermain-main seperti anak kecil.gadis itu masih tetap anggun , meskipun berminggu-minggu diam di bawah pohon .
“oh ,ya?... aku bahkan tidak pernah tau kalian memperhatikanku”
Lalu kucing itu berbalik dan berlari, dan menghilang meninggalkan sang gadis, lalu sang gadis menangis tak tau apa yang dia tangisi, saat dia melihat sekeliling, lalu melihat kedua tanganya. Bukunya tlah tiada.
“anakku?! mana anakku?!” gadis itu lalu berlari sekencang mungkin meninggalkan tempat duduknya, menuruni jalan setapak dari tempatnya berada, “mana anakku?!”, dia masih mencari bukunya, lalu berhenti ketika melihat kupu-kupu, ya, kupu-kupu sang orator terbang berkeliling seakan ingin di ikuti dan sang gadis pun mengikuti dengan langkahnya yang pelan tapi pasti, melewati pepohonan, dia lihat dua ekor burung seakan tersenyum padanya.
“hahahahahaha... mau kemana kita?” tanya gadis itu kepada burung.sejenak ia lupa bukunya.
Dengan kicauan-yang tentunya tak difahami manusia biasa-burung itu menjawab sang gadis.
“hihihi....ahh kalian ini, rahasia rahasia segala dengan aku”
Sang gadis terus mengikuti kupu-kupu yang semakin cepat terbangnya, setelah melawati beberapa gang rumah yang teduh,sang gadis tiba-tiba menangis sejadi-jadinya, lalu memegang kepalanya dengan kedua tanganya seakan tak kuat menanggung beban menumpuk dalam ingatannya, dia ingat rumah-rumah ini, dia mulai ingat air mengalir di parit, dia mulai ingat akan sumur, serta ayunan di bawah pohon mangga, lalu ingat sesosok bayi kecil, entah apa, siapa.
Tangisanya mulai berhenti ketika dilihatnya capung terbang rendah mengikutinya. Tentu tak bersuara. Tapi benar-benar berhasil membuatnya tertawa. Tak bersuara.
Kupu-kupu berhenti di sebuah pintu, begitu pula tangis sang gadis, seiring dengan itu dia rasakan sakit di kepalanya, dia meraung ,memukul apa yang ada di hadapanya, lalu meringkuk seperti bola salju dalam tangisnya, diantara dua lututnya itu kupu-kupu, serta banyak sekali capung, burung-burung, serta beberapa ekor tupai datang mencoba menenangkan sang gadis.
Gadis itu tersadar dengan sebagian dari ingatanya yang samar-samar, bayang-bayang ,tawa, serta tangis bergaung di telinganya, gadis itu berdiri di depan pintu, lalu dibukanya pintu yang rupanya adalah bagian belakan dari sebuah rumah tua, kecil, dan damai dia merasakannya.
“dimana ini?”
“apa..? tidak, aku mencari anakku, aku tidak mau mengikutimu lagi”
“apa yang kau maksud itu bukan anakku wahai kupu-kupu?”
Lalu sang kupu-kupu masuk kedalam sebuah ruangan ,sang gadis mengikuti, begitu juga kawanan binatang di belakangnya, lalu sang gadis kaget ketika melihat sang kucing tidur di atas balai bambu dengan bayi kecil yang tertidur pula, pulas di sampingnya. Begitu juga diantara kucing itu dan bayinya, ada sebuah buku, buku yang ia kejar, buku “anak”nya.
Sang gadis ragu-ragu mendekati buku itu, tapi bukan buku itu yang dia lihat, tapi sang bayi, dia dekati bayi itu pelan-pelan, dia belai bayi itu dengan tanganya, bayi itu semakin terlelap.
“anakku...?” suaranya lirih, meluncur halus diiringi dengan tangisnya, kesadaran batinnya telah kembali, dia memahami betul bagaimana keadaanya sekarang, dalam tangisnya itu dia eratkan buku yang selama ini dia tulis dalam kesedihan hatinya dalam pelukan sang bayi.
tangisanya semakin dalam, nafasnya serasa berhenti, sesenggukan ia mencoba tersenyum, “jaga ini baik-baik nak, tumbuh yang besar, jangan jadi seperti ayahmu, jadilah pangeran tampan yang berakhir dengan kisah bahagia seperti kisah-kisah dongeng pada umumnya, jaga baik-baik hati putrimu nanti” air mata menetes diiringi sebuah kecupan manis dari seorang ibu kepada bayinya, dan air mata itu semakin deras, dari tetesan air mata itu tumbuh rumput hijau cepat yang sekali meluas, semakin meluas ketika air mata gadis itu jatuh di tanah. Rumput-rumput itu seakan hidupseiring dengan senyum dari seorang ibu dari gadis itu, lalu cahaya, cahaya yang terang memancar entah dari mana.
Seluruh hewan-hewan yang ada di belakangnya kaget dengan cahaya tersebut, lalu ketika cahaya itu semakin meredup mereka mulai mendekat dengan perlahan, pelan sekali mereka mendekat menyaksikan sebuah keajaiban yang mengharukan dari seorang manusia.
“apa yang terjadi dengan gadis itu, bagaimana bisa....?” para tupai bertanya-tanya.
“entahlah...dia jadi...” suara capung ragu-ragu, pasangan burung saling berpelukan.
“Ssstttt......!!! Diam! ” kupu-kupu berusaha menenagkan mereka yang sedang kaget. Dan gugup. Apakah dia bisa menangis?.
Dari luar rumah pintu depan, para warga berkumpul hendak masuk kedalam rumah sang, mereka dengan wajah yang ceria serta air mata bahagia membayangkan satu-satunya harapan bagi kesembuhan gadis manisnya sang kakek sudah di temukan.
“apa benar yang kau ucapkan itu hai Bohar?” sang kakek mencoba bertanya pada seorang pemuda, di tengah kerumunan, dengan membawa bekas makanan dari tempat anaknya dibawah pohon mahoni.
“benar kek, saya dan Sudir menemukan cucu kakek ada di tengah hutan sana, tak salah lagi, saya melihat ciri-cirinya, serta sebuah bros merah menempel di bajunya, bertuliskan “bagus” ,bukankah itu nama anakmu?"
“benarkan itu?” mata sang kakek berkaca-kaca.
“iya kek”
“Terima kasih ya Tuhan, ayo cepat...masuk”
Dengan setengah berlari mereka masuk kedalam rumah.
“dimana nak?”
“di dipan bambu kek”
Sang kakek sangat bahagia hinga air matanya mengalir begitu deras, dalam hati sang kakek sangat bersyukur “semoga dengan di temukannya anakmu, kamu bisa sembuh dan mau pulang anakku”
Namun, langkah sang kakek juga para warga terhenti ketika melihat suatu pemandangan yang aneh, ganjil.
sang kakek lemas hingga barang-barangnya jatuh ke lantai.
“ada apa kek?” para warga kebingungan dengan sikap si kakek. Sang kakek hanya terdiam dengan kedua lututnya menempel ke lantai tanah rumahnya, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Suasana hening, nampak banyak sekali rumput hijau yang subur serta rapi tumbuh di dalam rumahnya, semua rumput , kecuali satu hal di tengah-tengah rumput yang dia tidak langsung mempercayainya, tapi beberapa alasan yang membuatnya terpaksa percaya apa yang dilihatnya adalah sebuah buku yang dipeluk oleh si bayi, buku milik anaknya, “sang bayi yang terlelap sendirian dengan ditemani buku milik anaknya”, itulah dia.
“tolong jangan mendekati rumput itu” kata sang kakek pelan.
Para warga hanya diam, tak mengerti apa-apa.
Sang kakek kemudian mendekati sang bayi, memeluknya erat, kemudian menatap hampa pada buku didepanya, para warga hanya diam tak bicara, sang kakek menarik nafas panjang mencoba menguatkan hati dan fikirannya, lalu membuka buku itu perlahan-lahan.
Sang kakek kelihatan gugup ketika salah seorang pemuda yang penasaran mencoba mendekat mencari tau apa yang tengah terjadi, “stop..!! jangan mendekat, kumohon.”
Pemuda itu menoleh kepada para warga ,seakan bertanya-tanya. Kepala desa hanya geleng-geleng kepala, lalu menunduk dalam diamnya. dia tak tau apa-apa tapi mampu merasakan apa yang sebenarnya terjadi disana.
Sang kakek berhenti sejenak dari membaca buku tersebut, dia masih tak percaya, sejak kecil...selain anak gadisnya selalu menulis di tembok rumah, di buku-buku ,bahkan mencoret-coret baju, dan kalimatnya selalu sama “aku ingin menjadi bunga”,dan sekarang nampak sebuah bunga hadir di hadapanya, seakan membisikkan kata, lirih, kalimatnya berbunyi “aku tak apa-apa ayah, tolong jaga anakku ya, cucumu”, sebuah bunga,tanaman bunga. benar. Gadis itu tak ada, yang ada adalah sebuah tanaman bunga,
-Kepada kupu-kupu
Entah apa yang aku fikirkan
Seakan aku bisa mendengarmu bernyanyi
Ketika kami, aku, suami dan calon anak dalam perutku ini tertawa bersama
“Dibawah pohon mahoni”
22 maret 1995
***
-kepada capung yang terbang dengan cepatnya
Andai aku bisa secepat kamu
aku akan terbang dengan cintaku, juga dengan anakku
membawanya hinggap di ujung dunia,
lalu terbang lagi mengelilingi samudra
tentu ,suamiku menggenggam erat tanganku,
dan buah hatinya,
ahhh... senangnya
“kelahiran pertama”
07 november 1995
***
-KENAPA!!!
KENAPA!!!
KENAPA!!!
Kenapa kamu pergi, dimana kamu....
Tuhan jahatl!!
Tuhan jahat!!!
Kembalilah, ....
Kembalilah....
Aku membutuhkanmu,
Jika kau pergi,
Siapa yang akan mengajari anak kita sepak bola, juga catur,lalu...lalu....
Kembalilah cinta...kumohon...kembalilah... :’(
“November Bajingan!!!!!”
***
-jika memang yang tersisa di dunia ini hanya kita berdua
Anakku
Maka akan kujaga kau dengan segenap nyawaku, kau bagaikan kupu-kupu di sana
Lihatlah nak...dia cantik bukan.
Kau adalah kupu-kupu yang gagah. Harus kuat nak...
Jadi biarkan aku jadi bunga yang akan memberikanmu madu.
Dan takkan menjadi apa-apa tanpa kamu ,kupu-kupu.
Kau tak harus menunggu sekolah tinggi untuk memahami simbiosis itu...
Kau hanya perlu ada nak....dan terus hidup
Karena jika kau tak ada aku akan hampa,
Dan jika kau slalu ada...begitu juga aku
“akan menjadi bunga selamanya” .
01 desember 1995.